Resensi Novel
Judul
: Dewi Kawi
Penulis
: Arswendo Atmowiloto
Penerbit
: PT. Gramedia Pustaka Utama
Tebal
: 136 hlm
Arswendo Atmowiloto adalah seorang penulis yang telah
melahirkan puluhan karya terindah nya. Ia sudah belasan kali memenangkan
sayembara penulisan, memenangkan sedikitnya dua kali hadiah buku Nasional, dan
mendapatkan beberapa penghargaan, baik tingkat Nasional maupun tingkat ASEAN.
Dalam Novel ini Arswendo Atmowiloto mengangkat kisah tentang
kehidupan seseorang yang sukses yang memulai karirnya dari sisa-sisa daun kol
yang membusuk, dia adalah Juragan Eling. Rekan bisnis nya mengenalnya sebagai
tokoh usahawan yang jenius dan keras kepala. Bagi karyawan-karyawatinya juragan
Eling adalah sosok yang baik hati , sebaik hati orangtua pada anak-anaknya, dan
seakrab sahabat.
Pada awal pemunculan tokoh Eling dan Podo adiknya, pembaca
dibuat iba dan salut atas perjuangan keduanya. Juragan Eling memulai bekerja
setelah selesai sekolah menengah atas, dan tak mempunyai biaya untuk
melanjutkan kuliah. Di sebuah pasar, ia memunguti daun kol yang berceceran dan
telah membusuk. Daun kol busuk itu diperas, dan airnya sebagai pengganti kol.
Sulit dijual atau bahkan diberikan orang saja tak ada yang mau, karena daun kol
sendiri sangat murah dan bukan sayur yang membanggakan. Tapi itulah permulaan
membuat yang lain. Juragan Eling mengolah air kelapa dari pasar yang dibuang
begitu saja membasahi tanah. Kemudian juragan Eling tampung. Dalam satu-dua
hari sudah membusuk, lalu dihangatkan tidak sampai mendidih, hanya sekedar
jangan busuk. Olahan air kelapa ini laku keras karena bisa membuat daging ayam
menjadi empuk dan gurih.
Dari sini, Eling muda membuat sari buah: jeruk yang dikenal
dengan nama sitrun, bengkoang, dan segala dagangan yang ada di pasar
tradisional.
Juragan Eling mulai menjadi penampung. Sukses terbesarnya
diawali dengan menjual biji srikaya. Anak-anak kecil menyukainya karena
harganya murah, rasanya aneh. Itulah loncatan perubahan terbesar dalam
hidupnya. Permintaan akan Srikaya Cracker menembus berbagai kota, berbagai
terminal, stasiun, depan sekolah, sehingga berapa pun produksinya akan terserap
kepasar.
Dari hanya satu KOL, kendaraan niaga merek Colt yang disewa,
sampai belasan truk datang dan pergi.
Layaknya manusia biasa Eling muda pun jatuh cinta dengan
seorang wanita tunasusila yaitu Kawi. Eling dan Kawi bertemu pertama kali
disebuah tempat lokalisasi, Eling sebagai tamunya kawi dari saat itu Eling
menjadi dekat dengan Kawi dan bahkan menjadi tamu tetapnya. Eling dan kawi
semakin akrab. Semakin terlibat emosi satu sama lain. Eling mulai merasa
cemburu dengan tamu tetapnya Kawi, yang ternyata kekasihnya, dan mereka tengah
merencanakan untuk menikah. Tetapi kekasihnya Kawi adalah orang yang kasar, dan
suka marah-marah. Eling pun berncana untuk menikahi kawi, namun Eling merasa
ragu dan cemas akan pernikahannya dengan Kawi. Hingga akhirnya mereka pun
berpisah. Eling telah menikah dan dikarunia anak dan cucu, sementara Kawi
menghilang entah kemana. Eling merasa dirinya banyak berhutang budi kepada
Kawi, karna berkat semangat dan dorongannya lah Eling bisa berhasil. Eling
meminta bantuan Podo adiknya untuk mencari Kawi, Eling ingin mengucapkan terima
kasih kepada Kawi.
Podo pun meninggal karena penyakitnya sebelum bisa menemukan
Kawi. Namun sebelum meninggal Podo sempat membawa 15 nama dan profil wanita
yang bernama Kawi kepada kakaknya. Namun Eling merasa ragu kalau misalkan ada
pertemuan, malah membuat Kawi merasa sesuatu yang salah, atau kalah, atau
rendah. Ia ragu karna sebenarnya ia hanya ingin mengatakan bahwa ia pernah
mencintai, pernah beercinta dengan Kawi dan ingatan itu ternyata masih bisa ada
dan membuatnya bahagia.
Kemampuan Penulis memaparkan alur nya sangat baik, alur yang
digunakan dalam Novel ini adalah alur campuran. Alur berjalan maju pada saat
menceritakan Eling, dan Alur berjalan mundur pada saat menceritakan Kawi
sebagai masa lalunya.
Setting dalam Novel ini juga sangat jelas, Penulis mampu
membuat pembaca terhanyut kedalam cerita dalam Novel ini.
Pemaparan watak tokoh Eling dalam novel sangat jelas yaitu
pekerja keras, humoris, baik hati, Jenius dan akrab kepada
karyawan-karyawatinya.
Sudut pandang orang pertama dalam novel ini mendukung
keseluruhan cerita, menjadikan cerita ini seolah-olah hidup dan diceritakan
oleh tokoh utama.
Amanat dalam Novel ini adalah kita tidak boleh sombong dan
merasa puas akan sesuatu yang telah dicapai atau dihasilkan. Karena Realitas
itu tidak satu. Realitas selalu berubah. Bukan hanya maknanya, melainkan
realitas itu sendiri. Realitas terbangun dalam peristiwa, dan sesuai dengan
perjalanan waktu, peristiwa itu diubah. Menjadi lebih cantik, atau menjadi
lebih seram. Penyempurnaan terus terjadi, ketika seseorang itu meninggal.
Kekuatan dari novel ini secara keseluruhan, novel ini
memberikan manfaat bagi pembaca. Novel ini teramat sayang jika dilewatkan.
Novel ini mengajarkan untuk mensyukuri hidup.
Kelemahan dari Novel ini karena pada akhir ceritanya
mengambang. Eling belum bisa bertemu dengan Dewi kawi.